oleh

Siti Nurizka dukung keterwakilan perempuan di legislatif capai 30 persen pada Pemilu 2024

Palembang, Berita Rakyat Sumatera – Anggota Komisi III DPR RI Siti Nurizka optimis keterwakilan perempuan di lembaga legislatif capai 30 persen pada Pemilu 2024. Menurutnya, kepemimpinan dan keterwakilan perempuan di bidang legislatif membawa angin segar bagi kualitas demokrasi suatu negara yang lebih sehat.

“Saya yakin pada 2024 keterwakilan perempuan di lembaga legislatif capai 30 persen bukanlah mimpi. Untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan, baik di pusat dan daerah, kita harus bekerja dan berjuang bersama-sama. Harap diingat bahwa tujuan jangka panjang kita bukanlah sekadar memenuhi target banyaknya jumlah perempuan, tetapi munculnya kebijakan-kebijakan, program, dan peraturan yang berperspektif gender, demi mewujudkan perempuan yang berdaya, menuju Indonesia maju,” ujar Siti di sela-sela pertemuan dengan ibu PIRA, (20/11).

Berdasarkan hasil Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif Nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,8 persen atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI (KPU, 2019). Walaupun masih belum mencapai target keterwakilan 30 persen perempuan, namun persentase ini meningkat pesat dari Pemilu RI pertama yang persentase perempuannya hanya 5,88 persen.

Perwakilan permpuan indonesia raya ibu Dessy mengatakan untuk mewujudkan hal tersebut, maka kita harus membuat Road Map pencapaian 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen pada 2024. Selain itu, kita juga harus memiliki Agenda Aksi nasional, provinsi, dan kota/kabupaten untuk mencapai keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sebanyak 30 persen tahun 2024.Ia menegaskan ketika kita memiliki impian, komitmen, dan keyakinan, maka harus didukung dengan peta jalan dan aksi.

“Anggota legislatif perempuan terbukti lebih banyak melakukan kerja-kerja konstituen dibandingkan anggota legislatif laki-laki. Lebih banyaknya pemimpin politik perempuan juga berkorelasi positif dengan rendahnya tingkat korupsi di berbagai negara yang diteliti. Selain itu, ketika perempuan memimpin, maka pembentukan kebijakan lebih memprioritaskan kepentingan perempuan, isu-isu perlindungan sosial, mengusulkan, dan meloloskan kebijakan yang ramah perempuan,” ungkap Dessy. (rma/bbs)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *