Jakarta, Berita Rakyat Sumatera – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyoroti situasi kemanusiaan di Jalur Gaza serta menegaskan kembali pentingnya solusi dua negara antara Israel dan Palestina.
“Situasi kemanusiaan di Gaza sangat buruk,” kata Guterres di Washington pada Kamis (25/7).
Pertama, ujarnya, karena operasi militer dengan jumlah pembunuhan dan tingkat kehancuran tertinggi di dunia, yang pernah ia lihat sejak menjabat sebagai Sekjen PBB pada 2017.
“Alasan kedua adalah karena jumlah bantuan kemanusiaan sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan,” katanya.
Pernyataan itu ia sampaikan sehari setelah kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu berpidato di sidang gabungan Kongres AS.
Netanyahu mengklaim bahwa perang di Gaza, sepanjang sejarah pertempuran kota, merupakan yang paling rendah rasio antara korban prajurit dan warga sipil.
Guterres menolak mengomentari pernyataan Netanyahu karena menurutnya tidak ada fakta yang baru.
“Jadi, tidak ada yang dikatakan (Netanyahu) yang layak dikomentari, dan jelas, kita benar-benar harus menjaga solusi dua negara sebagai satu-satunya solusi jangka panjang yang mungkin untuk perdamaian di kawasan itu, terlepas dari apa pun yang dikatakan oleh siapa pun, di mana pun,” ujar Guterres.
Guterres mengatakan dia belum menghubungi Netanyahu ketika dia berada di AS untuk membahas serangan terhadap konvoi PBB di Gaza.
“Saya belum menghubungi Perdana Menteri, tetapi orang-orang kami telah menghubungi, baik otoritas Israel maupun negara-negara lain, untuk memastikan bahwa insiden yang disesalkan seperti ini tidak terulang,” katanya.
Netanyahu menghadapi gelombang protes sejak tiba di Washington pada Senin (22/7).
Ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes pidatonya di Kongres AS dan kebijakannya di Gaza. Mereka juga menuntut gencatan senjata di daerah kantong Palestina yang dikepung itu.
Hampir 39.200 warga Palestina tewas dan lebih dari 90.400 orang terluka akibat perang Israel, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah krisis makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di Rafah di Gaza selatan, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota itu diserang pada 6 Mei 2024. (rmt/bbs)
Komentar